Suara Rakyat Untuk Presiden

Tak jelas siang atau malam, asal bisa mengisi perut dan susu anaknya, Pak Miskin terus melangkahkan kakinya. Panas dan teriknya matahari hanyalah membuat dahaganya kering, dingin dan bekunya malam hanyalah membuat tulang tuanya mengilu. Tapi baginya, semua itu bukan apa- apa ketikan senyum si bungsu yang menyambutnya dengan berkata " ayah...sudah pulang...dedek rajin sekolah yah, tapi buku dedek habis yah....belikan ya yah.."
sambil digendongnya si bungsu, ayahnya berkata " iya sayangku...nanti bapak belikan, kita maem dulu ya"

Padahal hari ini hanya 20 rb saja ada di kantongnya yang terlalu dalam yang hanya berisi 20 rb rupiah. Pak Miskin bukanlah orang yang tidak berpendidikan, dia lulusan S1 pertanian. Tapi sayang, sejak kecelakaan motor yang membuat tangannya sebelah kanan patah dan juga menewaskan sang istri tercinta membuat dirinya begitu terpukul. Tapi 2 anaknya yang sanggup membuat hidupnya tetap harus kuat. Sekarang, demi memberikan makan dan biaya sekolahnya, dia bekerja siang malam. Tukang pakir, memulung, dan apa saja yang bisa dilakukan dengan satu tangannya itu dilakukannya.

Tapi apa yang ditakutinya selama ini terjadi, penyakitnya kambuh. Tapi biaya yang besar, kadang niat itu diurungkannya. Kadangkala dia hanya minta diurutkan sama tetangganya. Tapi dia sangat khawatir jika sampai si kecil sakit.

Awal bulan bukanlah hal yang ditunggu-tunggu oleh pak Miskin seperti orang lain. Jika orang lain menerima gaji dan upah, justru dia harus membayar uang sewa "rumah" jika itu bisa disebut rumah.

Hujan begitu derasnya turun hingga membuat atap daun itu goyang dan air hujan pun menetes masuk membasahi baju dan buku si bungsu.

Sungguh miris melihat kisah mereka, jika kita lihat anggota dewan yang dipilih oleh rakyat, hidup mewah.
Bisakah mereka dapatkan haknya sebagai rakyat indonesia?